Saturday, December 6, 2008

Indonesia secures five billion dollar emergency loan

Indonesia secures five billion dollar emergency loan
Saturday, December 6 05:37 am
Print Story
Indonesia has secured emergency loans worth five billion dollars to help plug its budget deficit and boost growth, authorities have said. Skip related content


"The loans, which come from the World Bank, the Asian Development Bank, Japan, Australia and France, can be drawn upon whenever Indonesia needs them," finance ministry official Rahmat Waluyanto told AFP on Saturday.

"Donors still perceive Indonesia as an important and strategic country. We should keep the momentum of our economic development going," he said, adding that raising money through government bonds would prove expensive due to high interest rates.

Waluyanto said that Indonesia would only use the standby loans if economic growth slowed to 5.8 percent in the first quarter of 2009.

The Indonesian economy grew by 6.1 percent in the third quarter of this year.

However, the government has adjusted its 2009 growth forecast from 6.3 percent to 4.5-5.0 percent in light of the global downturn.

Thursday, November 27, 2008

Indonesia seeks crisis loans

Indonesia seeks crisis loans


Building homes: A labourer carries steel bars at a construction site for a new apartment building in Jakarta on Nov 24. Picture: Reuters
JAKARTA/CANBERRA

Thursday, November 27, 2008

INDONESIA has approached Australia, Japan, the World Bank and other official creditors to line up credit to help cover a projected US$4.4 billion budget deficit next year, a finance ministry official said yesterday.

Indonesian policymakers are worried they may face problems raising funds amid market turmoil sparked by fears it could become the next casualty of a worldwide flight from risky assets. The rupiah currency has fallen almost 25 per cent this year.

Rahmat Waluyanto, the Indonesian finance ministry's treasury director general, said the Asian Development Bank had indicated it would make US$1 billion available, but the terms of other loans were still being discussed.

"This is actually a precautionary measure in case there is trouble in the financial markets which disturbs our bond issues," he told Reuters by telephone, adding that loans would be agreed on a basis whereby they would only be released if there was a trigger.

"Basically they all support us, but as for the numbers, how much they will be, what the terms and conditions are, we have not agreed on those yet," he added.

Australian Treasurer Wayne Swan confirmed Indonesia had approached Australia for a loan, which newspapers reported amounted to about US$2 billion.

Indonesia previously sought help from Australia during the 1997/1998 Asian financial crisis, with Canberra lending US$1 billion for structural reform in a government-to-government arrangement.

"It is the case that the Indonesians have approached a number of international organisations, including the World Bank, and also have approached the Australian government for some assistance at a time which is very testing," Swan told Parliament in Canberra.

An Indonesian team, including a senior adviser to Finance Minister Sri Mulyani Indrawati, met Australian Treasury officials on Monday to discuss the terms of a loan, an Indonesian source told Reuters earlier.

Indonesia has forecast its budget deficit will be around 52.7 trillion rupiah (US$4.37 billion) next year.

But financial turmoil is making it hard for emerging economies to secure loans or sell bonds as international investors shy away from markets perceived as high risk.

There has been market talk that Indonesia was considering assessing the IMF's special Short-term Lending Facility, to boost its foreign exchange reserves.Reuters

Thursday, October 16, 2008

Sumber Terbesar RAPBN 2009 dari Dalam Negeri

NASIONAL
/ Home / Nasional /
Kamis, 16 Oktober 2008 | 7:51
Sumber Terbesar RAPBN 2009 dari Dalam Negeri


JAKARTA. Perekonomian nasional tahun depan amat bergantung dari pemerintah di dalam menyediakan anggaran untuk keberlangsungan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2009. Soalnya, rapat panitia anggaran (Panggar) yang membahas Rancangan APBN (RAPBN) 2009 telah mengetok keputusan kalau sumber pembiayaan RAPBN 2009 sebagian besarnya berasal dari dalam negeri.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Panggar Suharso Monoarfa. Maka untuk membiayai defisit anggaran yang diperkirakan sebesar Rp 52,74 triliun atau 1% dari PDB, Panggar telah menyepakati bakal dibiayai dari pembiayaan dalam negeri. Pembiayaan dalam negeri itu sebesar Rp 62,18 triliun. Maka pembiayaan dari luar negeri diperkirakan negatif sebesar 9,44 triliun.

Kesepakatan itu muncul setelah Panggar mempertimbangkan kondisi krisis keuangan global yang berimbas kepada perekonomian dalam negeri. "Karena itulah Panja menyepakati untuk mengurangi target penerbitan SBN neto sebesar Rp 48,75 triliun dari kesepakatan awal Panggar Rp 103,47 triliun menjadi hanya Rp 54,71 triliun," jelas Suharso.

Untuk langkah antisipasi, Panggar juga telah menyepakati asumsi pembiayaan dari luar negeri. Jumlahnya mencapai Rp 52,16 triliun, jauh lebih besar dibanding kesepakatan awal Panggar.

Asumsi pembiayaan luar negeri itu sendiri berasal dari pinjaman program yang mencapai Rp 26,44 triliun atawa jauh lebih besar Rp 2,65 triliun dari kesepakatan awal. Serta, pinjaman proyek yang nilainya tetap Rp 25,71 triliun.

Suharso menegaskan, kesepakatan tersebut diwarnai dengan sejumlah catatan. Antara lain, pinjaman luar negeri hanya sebagai standby loan dan Bank Indonesia diwajibkan membeli SBN jangka pendek yang diterbitkan oleh pemerintah.

Soal standby loan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah mendukung penuh kesepakatan itu. Pemerintah bakal menjaga agar kesepakatan itu tetap mempunyai keleluasaan tapi tetap akuntabel. "Defisit 1% dapat dibiayai dengan risiko sekecil mungkin," sambungnya.

Sementara itu menanggapi catatan Panggar kalau BI kudu membeli SBN jangka pendek, Gubernur BI Boediono mengatakan, BI bakal memenuhi catatan itu asalkan tidak bertentangan dengan aturan BI. Hal itu sebagai bentuk dukungan BI terhadap APBN.

"BI dilarang membeli SUN untuk BI sendiri kecuali berjangka pendek yang diperlukan untuk pengendalian moneter. Dan untuk beri proporsi, tentu sangat sulit karena tergantung situasi moneter," ungkapnya.
Martina Prianti

Wednesday, October 15, 2008

Pinjaman LN Sebagai Dana Cadangan

Pinjaman LN Sebagai Dana Cadangan


JAKARTA. Departemen Keuangan memastikan pemerintah tidak bakal memupuk besaran pinjaman ke luar negeri (LN).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu mengatakan, pinjaman LN yang dilakukan pemerintah sebagai salah satu sumber pembiayaan di dalam struktur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009 hanya sebagai dana cadangan alias standby loan.

Dia melanjutkan, dana yang didapat dari pinjaman LN hanya akan digunakan oleh pemerintah bila pemerintah batal menerbitkan surat utang negara (SUN) karena disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain pasar tidak terlampau bagus. Sejauh ini, penerbitan SUN sampai saat ini masih sesuai dengan usulan pemerintah. "Jadi nanti hanya di dicatat saja di RAPBN. Itu juga, sebagai bagian dari upaya kita untuk melakukan negosiasi, kita akan tarik kalau kita membutuhkan," jelas dia di sela rapat kerja panitia anggaran yang membahas RAPBN 2009, Rabu (15/10).

Sekadar informasi, di dalam draf perubahan RAPBN 2009 pemerintah mengusulkan adanya penambahan pinjaman LN sebesar Rp 21,9 triliun dari kesepakatan awal. Atau dengan kata lai, pemerintah mengusulkan untuk membiayai belanja negara pada tahun depan pemerintah mengusulkan adanya pinjaman LN sebesar Rp 45,7 triliun.

Wednesday, August 20, 2008

Membedah RAPBN 2009

Membedah RAPBN 2009
Oleh : Sunarsip* - 20 Agustus 2008, 3:48:28 PM

Pada 15 Agustus 2008, pemerintah telah mengumumkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009. Perlu diketahui bahwa beberapa hari sebelum Presiden RI mengumumkan RAPBN 2009, terdapat perkembangan baru yang memaksa pemerintah perlu melakukan pemutakhiran terhadap RAPBN 2009 yang sesungguhnya jauh hari telah disiapkan.

Perkembangan itu adalah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 13 Agustus 2008 terkait dengan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Terkait dengan putusan MK, pemerintah bertekad untuk memenuhinya.

Konsekuensinya, RAPBN 2009 harus dimutakhirkan. Kebetulan, momentum melakukan pemutakhiran memang ada, yaitu cenderung turunnya harga minyak mentah dunia. Dalam RAPBN 2009 ini, pemerintah melakukan perubahan asumsi harga minyak mentah ICP (Indonesia Crude Oil Price) dalam RAPBN 2009 dari sebelumnya sebesar 130 dolar AS per barel menjadi 100 dolar AS per barel.

Sebagian pihak menilai bahwa asumsi harga minyak ICP tersebut terlalu optimistis. Pendapat lainnya menyatakan asumsi harga minyak ICP tersebut dibuat agar perhitungan alokasi anggaran pendidikan 20 persen dapat dipenuhi.

Beberapa alasan
Penulis berpendapat pemerintah memang perlu menetapkan asumsi harga minyak lebih optimistis. Ada beberapa argumentasi mengapa hal tersebut perlu dilakukan.

Pertama, kondisi pasar minyak dunia memang masih diliputi ketidakpastian. Harga minyak yang cenderung menurun saat ini masih sulit diperkirakan. Ketidakpastian yang berasal dari masalah geopolitik dapat menyebabkan harga minyak berfluktuasi.

Dalam semester pertama 2008 harga minyak melonjak hingga 147 dolar AS per barel. Namun, pada Juli dan awal Agustus 2008, harga minyak pasar minyak internasional merosot menjadi 115 dolar AS/per barel. Atas dasar inilah pemerintah optimistis dengan asumsi harga minyak ICP dalam RAPBN 2009 sebesar 100 dolar AS per barel. Terlebih lagi, harga ini masih dalam cakupan harga yang disepakati dengan DPR, yaitu 95–120 dolar AS per barel.

Kedua, harga minyak mentah memang seharusnya turun dari angka sekarang. Data dari the International Energy Agency (IEA) menunjukkan permintaan terhadap minyak mentah dunia pada kuartal pertama 2008 mencapai 86,6 juta barel per hari (bph) dan rata-rata selama 2008 diperkirakan mencapai 86,8 juta bph.

Tingginya permintaan minyak mentah ini masih dapat diimbangi dengan pasokan yang mencapai 87,02 juta bph. Dengan konfigurasi ini, sesungguhnya antara pasokan dan kebutuhan terjadi surplus, yang semestinya tidak ada alasan bila harga minyak mentah bergerak di luar kurva normal hingga menembus 147 dolar AS per barel.

Meskipun demikian, memang tetap penting bagi pemerintah menjaga APBN dari risiko gejolak harga minyak ke atas yang dapat terjadi seperti yang terlihat dalam kurun waktu 18 bulan terakhir. Ini mengingat meskipun secara fundamental semestinya harga minyak bergerak dalam kurva normal, perkembangan di luar faktor fundamental seperti spekulasi juga harus diantisipasi.

Oleh karenanya, penetapan asumsi harga minyak 100 dolar AS per barel perlu disertai pula dengan penyediaan cadangan anggaran risiko fiskal untuk penutupan kemungkinan harga minyak di atas asumsi hingga sampai pada harga 130 dolar AS per barel. Penetapan anggaran untuk menutup risiko kenaikan harga minyak di atas asumsi ini sangat penting disebabkan APBN jauh lebih rawan terhadap tekanan harga minyak yang lebih tinggi dibandingkan jika harga minyak turun. Dengan demikian, kepercayaan terhadap RAPBN 2009 dapat terus dijaga sepanjang tahun 2009.

Konsekuensi logis
Faktor perubahan asumsi harga minyak mentah dari 130 dolar AS per barel menjadi 100 dolar AS per barel ini tentunya menimbulkan sejumlah konsekuensi logis. Konsekuensi logis dari harga minyak ini sangat luas dan berpengaruh terhadap hampir seluruh aspek dalam RAPBN 2009.

Pertama, seiring dengan turunnya asumsi harga minyak ICP menyebabkan pos pendapatan negara dari faktor minyak dan gas bumi (migas) juga mengalami penurunan. Pajak penghasilan (PPh) migas, misalnya, menurun dari proyeksi sebelumnya Rp 85,6 triliun menjadi Rp 65,7 triliun. Sedangkan, penerimaan bagi hasil migas menurun dari Rp 278,9 triliun menjadi Rp203,1 triliun.

Pos penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lainnya dan Bea Keluar juga mengalami penurunan. Akibat turunnya asumsi harga minyak, total penerimaan dalam negeri mengalami penurunan sebesar Rp 101,4 triliun dari posisi sebelumnya Rp 1.123 triliun menjadi Rp 1.021,6 triliun. Meski menurun, posisi pendapatan negara dalam RAPBN 2009 meningkat sebesar Rp 127,6 triliun dibandingkan APBN-P 2008 sebesar Rp 895 triliun.

Kedua, seiring dengan turunnya asumsi harga minyak ICP, beban subsidi energi (BBM dan listrik) juga mengalami penurunan. Subsidi energi menurun dari proyeksi sebelumnya sebesar Rp 258 triliun menjadi Rp 161,8 triliun atau turun Rp 96,1 triliun. Selain karena faktor harga, menurunnya subsidi energi ini juga diperoleh dari penyesuaian parameter volume konsumsi BBM bersubsidi, yaitu dari 38,8 juta kiloliter menjadi 36,8 juta kiloliter.

Ketiga, penurunan asumsi harga minyak juga menyebabkan dana transfer ke daerah melalui Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum (DAU) juga menurun. Itu sebagai konsekuensi logis seiring dengan menurunnya penerimaan negara dari faktor migas. Transfer ke daerah turun Rp 32,2 triliun dari perkiraan sebelumnya sebesar Rp 336,2 triliun menjadi Rp303,9 triliun.

Seiring dengan menurunnya subsidi energi secara signifikan dan juga transfer ke daerah, pos belanja negara juga menurun. Belanja negara dalam RAPBN 2009 mencapai Rp1.122,2 triliun atau lebih rendah sebesar Rp 81,1 triliun dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar Rp 1.203,3 triliun. Meski demikian, dibandingkan APBN-P 2008, belanja negara dalam RAPBN 2009 tersebut naik Rp 132,7 triliun.

Anggaran pendidikan Jika dicermati masih terdapat selisih antara penurunan dari subsidi energi sebesar Rp 96,1 triliun dan transfer ke daerah Rp 32,2 triliun dengan penurunan belanja negara yang hanya Rp 81,1 triliun. Selisih tersebut mencapai Rp 47,2 triliun. Lalu, ke mana selisih tersebut?

Selisih atau penghematan inilah yang antara lain digunakan untuk memperkuat alokasi anggaran pendidikan sehingga mencapai 20 persen dari RAPBN 2009 atau sekitar Rp 224,44 triliun. Mengingat lonjakan alokasi anggaran pendidikan ini demikian besar dibandingkan APBN-P 2008 sebesar Rp 154,2 triliun, pemerintah tidak ada pilihan kecuali harus memperbesar defisit RAPBN 2009.

Defisit RAPBN 2009 kini diperkirakan mencapai Rp 99,6 triliun (1,9 persen dari PDB) dari perkiraan sebelumnya sebesar Rp 79,4 triliun (1,5 persen dari PDB). Pelonggaran defisit RAPBN tersebut memaksa pemerintah memperbesar pembiayaan baik dari pinjaman dalam negeri melalui tambahan penerbitan surat berharga maupun pinjaman luar negeri.

Berdasarkan analisis ini dapat disimpulkan bahwa peranan asumsi harga minyak memiliki peran yang sentral dalam menentukan alokasi dalam pos-pos RAPBN 2009. Perubahan asumsi ini tidak hanya memiliki konsekuensi ekonomi melalui penurunan Pendapatan Negara dan Belanja Negara, tetapi juga berimplikasi pada aspek sosial, yaitu pendidikan.

Mengingat faktor harga minyak memegang peran penting dalam RAPBN 2009, kita memang harus berharap agar asumsi harga minyak 100 dolar AS per barel dapat terealisasi. Bila tidak, dapat diperkirakan akan terjadi pergeseran dalam alokasi RAPBN 2009 yang berpotensi dapat mengganggu target-target yang ditetapkan pemerintah.

* Peneliti pada Pusat Kebijakan Ekonomi dan Keuangan , BKF-Depkeu(pernah dimuat di Republika, 20 Agustus 2008)

Friday, January 11, 2008

Obligasi Terbesar di Asia

Obligasi Terbesar di Asia
Investor Amerika Serikat Borong Obligasi Indonesia
Jakarta, Kompas - Dua obligasi berdenominasi dollar AS yang diterbitkan Departemen Keuangan dapat menyerap dana dua miliar dollar AS. Ini merupakan lelang obligasi valuta asing Indonesia terbesar sepanjang sejarah republik ini. Penerbitan dua obligasi itu dilakukan pada 10 Januari 2008.

Kedua seri obligasi itu dinamakan Indo-18 dan Indo-38, yang masing-masing menyerap satu miliar dollar AS. Indo-18 jatuh tempo 10 tahun, tepatnya 18 Januari 2018, dengan imbal hasil (yield) 6,95 persen dan tingkat kupon 6,875 persen.

Seri Indo-38 diterbitkan dengan tenor 30 tahun, yang jatuh tempo pada 18 Januari 2038. Seri ini dilepas dengan yield 7,74 persen dan kupon 7,75 persen.

"Ini transaksi obligasi terbesar Pemerintah Indonesia. Di Asia, tidak ada pemerintahan yang menerbitkan obligasi sebesar itu sejak 1998," ujar Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto di New York, Amerika Serikat, Jumat (11/1).

Sebelum melakukan lelang, pemerintah menggelar paparan tentang kondisi Indonesia atau roadshow. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memimpin roadshow tersebut.

Pemaparan dilakukan di Singapura, Hongkong, London, Los Angeles, Boston, dan New York.

Dalam proses lelang, pesanan yang masuk mencapai tiga miliar dollar AS sehingga ada kelebihan pemesanan terhadap obligasi, yang diambil sebesar 1,5 kali.

Dana hasil lelang Indo-18 dan Indo-38 akan digunakan untuk menutup sebagian defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2008, yang ditetapkan Rp 75,04 triliun. Target penerbitan surat utang neto Rp 91,6 triliun.

Sebelumnya, hasil lelang obligasi valuta asing terbesar yang dilakukan pemerintah adalah untuk seri Indo-37. Obligasi yang diterbitkan 14 Februari 2007 itu menyerap 1,5 miliar dollar AS.

Diborong investor AS

Berdasarkan data Depkeu, seri Indo-18 terdistribusi di tiga wilayah, yakni 24 persen di Asia, 47 persen di AS, dan 29 persen lainnya di Eropa.

Adapun seri Indo-38 tersebar di Asia sebanyak 10 persen, di AS 52 persen, dan di Eropa sebanyak 38 persen.

"Itu pertama kalinya investor institusi AS mendominasi transaksi, terutama untuk obligasi dengan tenor terpanjang, yakni 30 tahun," kata Rahmat.

Hal itu, lanjut Rahmat, menunjukkan adanya kepercayaan investor AS atas kredibilitas Pemerintah Indonesia dalam mengelola ekonomi jangka panjang.

Kepala Ekonom BNI A Tony Prasetiantono mengatakan, yield kedua obligasi itu tergolong mahal. Sebagai gambaran, yield Indo-38 yang ditetapkan 7,74 persen, itu sekitar 4,74 persen di atas laju inflasi AS yang mencapai tiga persen.

Sebagai perbandingan, kata Tony, Obligasi Ritel Indonesia (ORI), yang diterbitkan dalam rupiah, ditetapkan dengan yield 9,25 persen. "Itu artinya tiga persen di atas laju inflasi Indonesia yang mencapai 6,59 persen. Jadi margin ORI dengan obligasi global itu masih lebih rendah," ujar Tony. (OIN)